Minggu, 03 April 2016

MALPRAKTEK, BAYI TABUNG DAN UU



MALPRAKTIK DAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATURNYA


A.      PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS MALPRAKTEK
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan mal praktik yaitu kelalaian dan malpraktik. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan beresiko melakukan kesalahan. Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan seseorang dengan hati-hati  dalam keadaan tersebut.
Dengan pengertian diatas, dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, tetapi akibat yang ditimbulkan bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (hanafiah & Amir, 1999). Namun, jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat(culpa lata), serius dan kriminal.
Malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Mall praktek merupakan Kelalaian tenaga kesehatanuntuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuannya yg lazim dipergunakan dlm asuhan yang diberikan ke  pasien, menurut ukuran (standar) di lingkungan yang sama.  Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam malpraktik tidak selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas dari pada kelalaian (negligence) karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan mal praktik adalah:
1.   Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2.   Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence) dan;
3.   Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Tuntutan malpraktik dapat bersifat pelanggaran-pelanggaran berikut:
1)     Pelanggaran etika profesi
2)     Sanksi administrative
3)     Pelanggaran hukum
B.      Jenis-Jenis Malpraktek
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.17


a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).
Adapun isi dari pada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a.   Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b.   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya.
c.   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d.  Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:
1)  Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
2)  Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
3)  Ada kerugian
4)  Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita
5)  Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:
a.     Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien
b.     Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
c.     Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d.     Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar
B.      UU terkait Malpraktik
Undang-undang republic Indonesia nomor 36 tahun 2009 BAB VII Tentang Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja,  Lanjut Usia, dan Penyandang Cacat Bagian ke satu : kesehatan ibu, bayi dan anak
Pasal 126
(1)   Upaya kesehatan ibu  harus ditujukan untuk menjaga kesehatan  ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.
(2)   Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
(3)   Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu dan terjangkau.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan peraturan pemerintah.
Tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung menggunakan istilah malpraktek. Begitu juga dalam hukum kesehatan Indonesia yang berupa UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan tidak menyebutkan secara resmi istilah malpraktek. Tetapi hanya menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi yaitu yang tercantum dalam Pasal 54 dan 55 UU Kesehatan.
Pasal 54:
(1)   Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2)   Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
(3)   Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi dan tata kerja Majelis   Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 55:
(1)   Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2)   Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

BAYI TABUNG DAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATURNYA

A.    BAYI TABUNG
Teknik bayi tabung atau pembuahan in vitro (in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Teknik bayi tabung pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya teknik bayi tabung bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1. Wanita diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suami yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini kemudian diimplantasikan ke dalam rahim wanita. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Berdasarkan asal sumber sperma pada proses bayi tabung maka secara teknis teknik bayi tabung terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan kedalam rahim isterinya sendiri.
2. Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Atau disebut juga sewa rahim (Surrogate Mother).
3. Teknik bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari bukan suami/isteri.
4. Teknik bayi tabung dengan sperma yang dibekukan dari suaminya yang sudah meninggal.

B.    HUKUM DAN ETIKA REPRODUKSI BUATAN DI INDONESIA
Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
3. Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang menyatakan bahwa:
1). Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2). Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
3). Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari  3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
• Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
• Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
• Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ova atau embrio
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian, Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku)
9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel ova, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ova atau spermatozoa itu berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.


Selasa, 22 Maret 2016

midwife: Skenario Pembelajaran

midwife: Skenario Pembelajaran: Skenario Pembelajaran Studi Kasus A.      Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi dan balita B.     Beban Studi 4 SKS : T :...

Senin, 21 Maret 2016

Skenario Pembelajaran

Skenario Pembelajaran Studi Kasus

A.     Mata Kuliah :
Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi dan balita
B.    Beban Studi
4 SKS : T :2        P:2
C.    Sasaran
Mahasiswa D.III Kebidanan Semester III
D.    Durasi
2 jam pelajaran (2 x 50 menit)
E.     Materi Pembelajaran
Neonates risiko tinggi dan penatalaksanaannya.
F.     Kompetensi Dasar
Memahami asuhan pada neonatus resiko tinggi dan penatalaksanaannya
G.    Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah hari ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelasikan asuhan pada neonatus resiko tinggi dan penatalaksanaannya
H.    Metode pembelajaran
Ceramah, diskusi kelompok dan studi kasus


I.       Pengantar
Mahasiswa semester III diharapkan memahami dan menguasai materi tentang asuhan pada neonates dengan risiko tinggi serta penatalaksanaannya sehingga dapat menerapkannya dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan neonates yang beresiko tinggi dengan berbekal keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki.
J.     Synopsis
Pembelajaran diawali dengan dengan melakukan apersepsi materi minggu lalu, dilanjutkan dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan neonates yang beresiko tinggi dan apa saja yang termasuk neonates dengan resiko tinggi. Untuk mempermudah siswa dalam memahami materi maka ditampilkan slide yang berisikan materi dan gambar-gambar neonates yang mengalami aspiksia, ikterus, tetanus neonatorum, BBLR dan perdarahan tali pusat. Selanjutnya instruktur membagi kelompok yang terdiri atas 4-5 orang kemudian instruktur menampilkan suatu kasus selanjutnya mahasiswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kasus yang di berikan oleh instruktur.
K.    Setting
Ruang kelas : terdiri dari meja dan kursi dosen serta meja dan kursi mahasiswa

L.     Talent
Dosen/Instruktur dan mahasiswa D.III Kebidanan semester III
M.    Skenario Pembelajaran
Pembukaan
Durasi : 20 Menit
1.  Instruktur memasuki ruangan kelas
2.  Instruktur mengucapkan salam dan menanyakan kabar mahasiswa yang kemudian di jawab oleh mahasiswa
3.  Instruktur  mengecek kehadiran mahasiswa dengan absensi
4.  Instruktur memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi materi yang telah dipelajari minggu lalu yaitu neonatus dengan kelainan bawaan dan penatalaksanaannya.
5.  Instruktur menarik perhatian mahasiswa dengan menunjukkan gambar-gambar bayi yang mengalami aspiksia dan bayi yang dirawat di incubator
6.  Instruktur mengaitkat materi pelajaran minggu lalu tentang neonates dengan kelainan bawaan dengan neonates yang beresiko tinggi
7.  Instruktur menjelaskan secara singkat mengenai tujuan pembelajaran yang akan dilakukan pada hari ini.
Inti
Durasi : 65 menit
1.    30 menit pertama mahasiswa mendengarkan penjelasan dari instruktur
2.    35 menit selanjutnya mahasiswa dibagi kelompok kemudian diberikan soal studi kasus
3.    Instruktur menjelaskan pengertian neonates yang beresiko tinggi dan apa saja yang termasuk neonates dengan resiko tinggi
4.    Instruktur menjelaskan kepada mahasiswa tentang pengertian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR),  penyebab BBLR, patofisiolgi BBLR, Manifestasi Klinis, Komplikasi yang dapat terjadi pada BBLR serta bagaimana penatalaksanaan bayi dengan berat badan lahir rendah.
5.    Instruktur memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dimengerti
6.    Instruktur melanjutkan penjelasan tentang nonatus dengan asfiksia neonatorum, ikterus, hipotermi dan tetanus neonatorum
7.    Sambil menjelaskan, instruktur juga sekali-kali memberikan pertanyaan kepada mahasiswa untuk menguji pemahaman mahasiswa.
8.    Instruktur membagi kelompok yang terdiri atas 5-7 mahasiswa
9.    Instruktur meminta kepada mahasiswa agar masing-masing bergabung dengan anggota kelompoknya.
10. Instruktur menampilkan suatu kasus yang terjadi yang berhubungan dengan neonates dengan resiko tinggi.
11. Instruktur meminta agar masing-masing kelompok mendiskusikan masalah yang terjadi pada kasus yang telah diberikan tadi dan bagaiman penatalaksanaannya.
12. Setelah mahasiswa mendiskusikan kasus tersebut, instruktur menunjuk perwakilan dari setiap kelompok untuk membacakan hasil diskusi kelompoknya.
13. Kelompok lain dipersilahkan untuk menanggapi.
14. Setelah semua kelompok selesai membacakan hasil diskusi mereka selanjutnya instruktur melakukan pembetulan terhadap kasus yang telah di diskusikan tersebut.
Penutup
Durasi : 15 menit
1.    Instruktur membantu mahasiswa untuk mengungkapkan kesulitan yang dihadapi
2.    Instruktur merangkum inti pelajaran pada hari ini
3.    Meminta kepada mahasiswa untuk mengulang kembali kesimpulan pembelajaran pada hari ini
4.    Instruktur memberikan penugasan kepada mahasiswa berupa soal untuk dikerjakan dirumah
5.    Instruktur menyampaikan materi kuliah untuk minggu depan yaitu imunisasi pada neonates  dan bayi dan meminta mahasiswa agar membaca materi tersebut
6.    Instruktur menutup kuliah dengan mengucapkan salam.



Kamis, 17 Maret 2016

Evidence Based dalam Praktek Intra Natal Care

EVIDENCE BASED DALAM PRAKTEK INC

A.  Pengertian Evidence Based
Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata.Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti.Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan. Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindaka – tindakan yang tidak diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri) yang dapat hidup kedunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Proses persalinan ini terdiri dari 4 kala yaitu :
1.    Kala I
Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap yaitu 10 cm. Dimana kala I ini dibagi menjadi dua yaitu : Fase laten (dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam). Fase aktif  (berlangsung selama 6 jam) dan dibagi atas 3 subfase :
a.    Periode akselerasiè Berlangsung 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.
b.    Periode dilatasi maksimalè Selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 jam.
c.    Periode deselarasiè Berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
2.    Kala II
Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir.Persalinan kala II dimulai saat pembukaan serviks lengkap (10cm) dan berakhir dengan keluarnya janin. Tanda dan gejala kala II :
a.    Ibu ingin mengeran (dorongan mengeran/doran)
b.    Perineum menonjol (perjol)
c.    Vulva membuka (vulka)
d.   Tekanan anus (teknus)
3.    Kala III
Waktu pelepasan dan pengeluaran ari.
4.    Kala IV (Mulai dari lahirnya uri sampai 1-2 jam)
Salah satu tahapan dalam proses persalinan yang sangan penting adalah pada kala II persalinan. Dimana kala II persalinan ini dimulai pada saat pembukaan lengkap (pembukaan lengkap :10cm) sampai dengan lahirnya janin. Pada kala II persalinan ini sering terjadi perlakuan yang terkadang dinilai tidak perlu bahkan membahayakan bagi ibu. Oleh karena itu beberapa peneliti mulai melakukan peneitian pada kala II persalinan yang dianggap membahayakan bagi ibu berdasarkan evidence based.
B.  Evidence Based pada Kala II Persalinan
Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien. Adapun hal – hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM adalah :
No.
Tindakan yang dilakukan
Sebelum EBM
Setelah EBM
1.
Asuhan sayang ibu
Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya
Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai
2.
Pengaturan posisi persalinan
Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang
Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan
3.
Menahan nafas saat mengeran
Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran
Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran
4.
Tindakan epsiotomi
Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan
Hanya dilakukan pada saat tertentu saja
Semua tindakan tersebut diatas telah dilakukan penelitian sehingga dapat di kategorikan aman jika dilakukan pada saat ibu bersalin. Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada :
1.    Asuhan sayang ibu pada persalinan kala
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali diperhatikan pada saat seorang ibuakan  bersalin.
Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain :
a.    Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperleh kesimpulan bahwa :
1)   Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
2)   Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
3)   Efek mengurangi/mencegah  makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980.
4)      Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya
5)      Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membentu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang pendemping pada proses persalinan adalah :
b.    Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada :
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membentu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang pendemping pada proses persalinan adalah :
1)   Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.
2)   Kehadiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu menghadapi ini semua seorang diri.
3)   Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu memberikan makan dan minum.
4)   Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran bayi.
5)   Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka sayangi.
6)   Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
2.    Pengaturan posisi persalinan pada persalinan kala II
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan :
a.     Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan  berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
b.    Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.
c.     Posisi telentang/litotomi  juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah janin.
d.    Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
e.     Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai barikut :
a.    Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.
b.    Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih seingkat.
c.    Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.
d.   Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.
e.    Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.
f.     Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid.
g.    Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan kandung kemih. Karena kandung kemih yang penuh akan memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.
h.    Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu stimulasi kontraksi uterus serta dapat memanfatkan gaya gravitasi.
Oleh karena itu sebaiknya sebelum bidan hendak menolong persalinan sebaiknya melakukan hal – hal sebagai berikut
a.    Menjelaskan kepada ibu bersalina dan pendamping tentang kekurangan dan kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan.
b.    Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang dirasakan nyaman.
c.    Mebicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan kehamilan.
d.   Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum memasuki kala II.
e.    Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya.
f.     Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi.
g.    Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.
3.    Menahan nafas pada saat mengeran
Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan  karena :
a.    Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat.
b.    Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya sebentar.
c.    Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat.
4.    Tindakan episiotomi
Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama pada primigravida.  Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
a.    Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
b.    Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik.
c.    Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
d.   Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat.
e.    Luka episiotomi  membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.
Karena hal – hal di atas maka tindakan episiotomy tidak diperbolehkan lagi.Tapi ada juga indikasi yang memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat persalinan. Antara lain indikasinya adalah :
a.    Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi dilakukannya episiotomy.Tapi asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak maka sebaiknya ibu dianjurkan untuk melakukan SC saja untuk enghindari factor resiko yang lainnya.
b.    Perineum sangat kaku
Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi dengan perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku dan proses persalinan berlangsung lama dan sulit maka perlu dilakukan episiotomi.
c.    Perineum pendek
Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan untuk dilakukan episiotomi, Apalagi jika diperkirakan bayinya besar.Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah.
d.   Persalinan dengan alat bantu atau sungsang
Episiotomi boleh dilakukan jika persalinan menggunakan alat bantu seperti forcep dan vakum. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah melakukan tindakan. Jalan lahir semakin lebar sehingga memperkecil resiko terjadinya cideraakibat penggunaan alat
C.  Contoh Evidence pada Asuhan Persalinan
            Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklamsia, sepsis dan komplikasi keguguran.Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
1.    Keluarga Berencana 
Membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan.
2.    Asuhan Antenatal Terfokus 
Memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi.
3.    Asuhan Pascakeguguran 
Menatalaksanakan gawat-darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
4.    Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan dan kematian.
5.    Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat terjadinya
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi.Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi.Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir. Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:
1.    Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinanpatologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
2.    Laserasi/episiotomy
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinanakan mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.
3.    Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
4.    Partus Lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien
5.    Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu).Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia.
6.    Asuhan Sayang Ibu dan Bayi sebagai kebutuhan dasar persalinan
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasarnya adalah mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Perhatian dan dukungan kepada ibu selama proses persalinanakan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Juga mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, cunam dan seksio sesar) dan persalinanakan berlangsung lebih cepat.
Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan :
1.    Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai martabatnya.
2.    Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelummemulai asuhan tersebut
3.    Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya
4.    Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.
5.    Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
6.    Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
7.    Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lainselama persalinan dan kelahiran bayinya.
8.    Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya.
9.    Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
10.    Menghargai privasi ibu.
11.     Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
12.    Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila iamenginginkannya.
13.    Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
14.    Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomy, pencukuran, dan klisma).
15.    Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir
16.    Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi
17.    Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik, bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap melakukan resusitasi bayibaru lahir pada setiap kelahiran bayi